Kurikulum Sekolah Islam Terpadu
Dikotomi antara ilmu agama dan ilmu non agama sebenarnya bukan hal baru. Islam telah mempunyai tradisi dikotomi ini lebih dari seribu tahun silam. tetapi dikotomi tersebut tidak menimbulkan banyak problem dalam sistem pendidikan Islam,, sehingga sistem pendidikan sekuler Barat diperkenalkan ke dunia Islam melalui imperialisme. Hal ini terjadi karena sekalipun dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu non-agama telah dikenal dalam karya-karya klasik seperti yang ditulis oleh al-Ghazali dan Ibnu Khaldun, mereka tidak mengingkari tetapi mengakui validitas dan status ilmiah masing-masing kelompok keilmuan tersebut.
Berbeda dengan dikotomi yang dikenal oleh dunia Islam, sains modern Barat sering menganggap rendah status keilmuan ilmu-ilmu agama. Ketika berbicara tentang ilmu-ilmu goib, ilmu agama tidak bisa dipandang ilmiah karena sebuah ilmu bisa dipandang ilmiah apabila objek-objeknya bersifat empiris. Padahal ilmu-ilmu agama tentunya tidak bisa menghindar dari membicarakan hal-hal yang goib.
Ketika ilmu-ilmu sekuler positivistik tersebut diperkenalkan ke dunia Islam melalui imperialisme Barat, terjadilah dikotomi yang sangat ketat antara ilmu-ilmu agama, sebagaimana yang dipertahankan dan dikembangkan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional (pesantren) di satu pihak dan ilmu-ilmu sekuler sebagaimana diajarkan di sekolah-sekolah umum yang disponsori oleh pemerintah di pihak lain. Dikotomi ini menjadi sangat tajam karena telah terjadi pengingkaran terhadap validitas dan status ilmiah yang satu atas yang lain. Pihak kaum tradisional menganggap bahwa ilmu-ilmu umum itu bid’ah dan haram dipelajari karena berasal dari orang-orang kafir sementara pendukung ilmu-ilmu umum menganggap ilmu-ilmu umum sebagai pseudoilmiah atau hanya sebagai mitologi yang tidak akan sampai pada tingkat ilmiah karena tidak berbicara tentang fakta tetapi tentang makna yang tidak bersifat empiris. Pada saat ini justru dikotomi seperti inilah yang terjadi dan telah menimbulkan berbagai problem yang akut dalam sistem pendidikan Islam.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya dua model lembaga pendidikan formal di Indonesia. Model yang pertama adalah sekolah-sekolah yang dikenal dengan sekolah umum seperti SD, SMP, dan SMU. Model yang kedua yaitu sekolah–sekolah yang dikenal dengan sekolah agama seperti MI, MTs dan MA. Model yang kedua inilah yang dalam sistem pendidikan nasional merupakan wujud dari lembaga pendidikan Islam. Di sekolah agama memiliki komposisi kurikulum 30 persen mata pelajaran agama sedangkan selebihnya 70 persen mata pelajaran umum.
Prosentase tersebut membuktikan adanya pemisahan secara substansial antara mata pelajaran agama dan mata pelajaran umum. Akibatnya banyak mata pelajaran yang pada hakekatnya mempelajari ayat-ayat Tuhan akan tetapi sama sekali terputus dengan kebesaran Tuhan. Sebagai contoh, mata pelajaran Sains yang notabenenya adalah membicarakan tentang alam, dengan kata lain membicarakan tentang ayat-ayat kauniyah Tuhan, tetapi pelajaran tersebut jarang sekali memperkenalkan kebesaran Tuhan.
Kondisi seperti ini tentunya menyebabkan pendidikan Islam mengalami kerugian karena yang dihasilkan oleh model-model sekolah tersebut adalah manusia yang tertinggal oleh kemajuan IPTEK di satu sisi dan di sisi lain juga tertinggal dalam pengetahuan agama. Tertinggal dalam bidang IPTEK dikarenakan tidak seluruh waktu dan potensinya digunakan untuk mempelajari IPTEK akibat kurikulum yang harus dijalani. Tertinggal dalam bidang agama dikarenakan kurikulum yang ada hanya terdapat sedikit pelajaran agama, itupun materinya sudah terjauhkan dari nilai-nilai tauhid. Hal itu menyebabkan usaha untuk mengubah atau membentuk sosok pribadi muslim sesuai yang diidamkan oleh pendidikan Islam sangat kecil. Oleh karena itu dibutuhkan lembaga pendidikan Islam alternatif yang mampu menghapus dikotomi ilmu pengetahuan.
Sekolah Islam Terpadu merupakan pendatang baru dalam kancah pendidikan di Indonesia sehingga mereka memiliki pilihan yang fleksibel terhadap kurikulum yang diterapkan. Meskipun demikian, ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dipakai ketika memilih kurikulum yang akan diterapkan. Pertimbangan tersebut sebagai contoh adalah pertimbangan pragmatis. Karena berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka mereka harus memilih antara kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan kurikulum Kementerian Agama. Pertimbangan ini dilakukan dalam rangka untuk memberikan nilai plus kepada para pengguna lembaga pendidikan tersebut.
Dengan demikian, kurikulum yang diterapkan oleh Sekolah Islam Terpadu pada dasarnya adalah kurikulum yang diadopsi dari kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan berbagai modifikasi di sana-sini. Jika melihat struktur kurikulumnya, Sekolah Islam Terpadu merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Sekolah Islam Terpadu menerima seluruhnya mata
pelajaran dari kurikulum nasional. Kurikulum yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang kemudian dijadikan sebagai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 tahun 2006, terdapat 8 mata pelajaran untuk siswa Sekolah Dasar ditambah dengan muatan lokal dan pengembangan diri, 10 mata pelajaran untuk Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah ditambah muatan lokal dan pengembangan diri, 15 mata pelajaran untuk Sekolah Menengah Umum/ Madrasah Aliyah ditambah dengan muatan lokal dan pengembangan diri. Sekolah Islam Terpadu tidak menolak mata pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa dan Seni, yang merupakan format baku dari kurikulum pendidikan nasional. Sekolah Islam Terpadu menganggap bahwa dengan memberikan mata pelajaran-mata pelajaran umum maka dapat menjadi alat untuk membekali para lulusan dalam mengembangkan profesi masa depan anak didik baik sebagai seorang insinyur, ekonom, dokter, psikolog, dan profesi-profesi di bidang lain. Pendekatan sistem pendidikan modern yang diambil adalah dalam rangka mendukung penerapan kurikulum dan membedakannya dengan sistem pesantren. Kurikulum yang ditawarkan oleh pesantren dengan memfokuskan pada ilmu-ilmu keagamaan tradisional inilah yang pada akhirnya menjadi sasaran kritik karena kurikulum tersebut mencetak lulusan-lulusan yang tidak akan mampu menghadapi tantangan zaman.
Sekolah Islam Terpadu ingin mengimplementasikan konsep integrasi ilmu dalam kurikulumnya. Dalam aplikasinya, Sekolah Islam Terpadu memang merupakan sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum. Sekolah Islam Terpadu juga menekankan keterpaduan dalam metode pembelajaran sehingga dapat mengoptilmalkan ranah kognitif, afektif, dan konatif. Sekolah Islam Terpadu juga memadukan pendidikan aqliyah, ruhiyah, dan jasadiyah. Dalam penyelengga-raannya memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif lingkungan belajar yaitu sekolah, rumah, dan masyarakat.
Diambil dari tulisan Suyatno ,Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Jurnal Pendidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Volume II No.2 tahun 2013